![Mengapa DPR Sulit Sahkan RUU Perampasan Aset: Kendala Waktu dan Dinamika Politik](https://factos.id/wp-content/uploads/2024/09/Mengapa-DPR-Sulit-Sahkan-RUU-Perampasan-Aset-Kendala-Waktu-dan-Dinamika-Politik.png)
Mengapa DPR Sulit Sahkan RUU Perampasan Aset: Kendala Waktu dan Dinamika Politik
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menempatkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset Tindak Pidana sebagai salah satu prioritas dalam agenda pemerintahannya. Tujuannya adalah untuk memperkuat dasar hukum dalam menyita aset hasil kejahatan, khususnya dari tindak pidana korupsi. Dengan regulasi ini, negara diharapkan dapat segera memulihkan aset yang diperoleh secara ilegal.
RUU ini memberi wewenang kepada penegak hukum untuk menyita aset meski pelaku belum divonis bersalah. Hal ini dianggap krusial karena banyak kejahatan yang melibatkan korupsi skala besar dan berdampak langsung pada kerugian negara. Meskipun begitu, berbagai hambatan, termasuk dari segi politik dan teknis, menghalangi proses pengesahan RUU ini.
Keterbatasan Waktu di Masa Sidang DPR
Salah satu masalah utama dalam proses pengesahan RUU ini adalah keterbatasan waktu di akhir periode DPR 2019-2024. Wakil Ketua Komisi III DPR, Ahmad Sahroni, menyebutkan bahwa sisa masa sidang sangat singkat. Ini membuat pembahasan RUU tidak dapat dilakukan dengan komprehensif, sehingga harus ditunda hingga periode sidang berikutnya.
“Presiden Jokowi berharap RUU ini segera disahkan. Namun, waktu yang tersisa sangat terbatas sehingga sulit bagi kami untuk menyelesaikannya secara mendalam,” kata Sahroni. Meskipun urgensi regulasi ini diakui banyak pihak, DPR tetap perlu melakukan kajian mendalam pada setiap pasal agar tidak ada celah hukum.
Tidak hanya waktu, dinamika politik di DPR juga memperlambat pembahasan RUU Perampasan Aset. Setiap fraksi memiliki pandangan berbeda terkait aturan penyitaan aset. Mereka khawatir bahwa pembahasan yang tergesa-gesa dapat menimbulkan masalah di lapangan saat implementasi.
Masing-masing fraksi ingin memastikan bahwa peraturan ini dirumuskan dengan tepat. Pengesahan RUU ini memang mendesak, tetapi DPR juga tidak ingin terburu-buru dalam mengambil keputusan. “Kami harus realistis dengan waktu yang tersisa,” ujar Sahroni.
Desakan Jokowi untuk Aksi Cepat RUU Perampasan Aset
Presiden Jokowi terus mendorong DPR agar segera menyelesaikan pembahasan RUU ini. Dalam kritiknya, Jokowi membandingkan proses cepat pembatalan revisi Undang-Undang Pilkada dan berharap hal serupa dapat dilakukan pada RUU ini. Menurut Jokowi, penyitaan aset hasil kejahatan adalah langkah penting dalam mengembalikan kerugian negara, khususnya dalam kasus korupsi.
Dalam video pernyataan yang diunggah di kanal YouTube Sekretariat Presiden, Jokowi mengatakan, “RUU ini sangat penting bagi upaya pemberantasan korupsi dan pemulihan ekonomi negara.” Namun, meskipun Jokowi terus mendesak, Ketua DPR RI Puan Maharani memberi sinyal bahwa pengesahan RUU ini kemungkinan tidak akan selesai pada periode ini.
Laode Muhammad Syarif, mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), mengusulkan agar pembahasan RUU ini ditunda hingga pemerintahan baru terbentuk. Menurutnya, pengesahan RUU ini bisa menjadi bagian dari program 100 hari pertama Presiden dan Wakil Presiden terpilih, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.
Laode menekankan pentingnya kehati-hatian dalam setiap langkah proses legislasi. Dia menyatakan bahwa pemerintah dan DPR harus berhati-hati mengingat dampak besar yang mungkin terjadi pada politik dan ekonomi Indonesia.
Spekulasi dan Dinamika Lain di Balik Penundaan
Selain kendala waktu dan dinamika politik, ada spekulasi bahwa kepentingan politik tertentu ikut mempengaruhi lambatnya pengesahan RUU ini. Banyak yang menganggap RUU Perampasan Aset sebagai regulasi strategis yang dapat mempengaruhi banyak pihak di parlemen.
Para pengamat menduga bahwa keterlambatan ini disebabkan oleh kepentingan politik jangka panjang yang terlibat. RUU ini, bila disahkan, berpotensi berdampak pada berbagai pihak dengan aset yang terkait dengan tindak pidana, sehingga memicu tarik-menarik kepentingan di DPR.
RUU Perampasan Aset memiliki peran penting dalam pemberantasan korupsi dan pemulihan ekonomi negara. Namun, keterbatasan waktu, dinamika politik, dan spekulasi kepentingan politik tertentu membuat proses pengesahannya tertunda. Nasib RUU ini kemungkinan besar harus menunggu hingga periode sidang DPR berikutnya untuk diselesaikan.